Sekitar tiga minggu lalu, di OhMyNews.com dimuat sebuah artikel opini dari seorang reporter, judulnya "A Crisis of Faith." Di artikel itu dijelaskan bahwa saat ini agama kehilangan signifikansi, bahwa para pemuka agama alih-alih menyampaikan ajaran agama yang mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat, mereka justru disibukkan oleh topik-topik yang tidak ada sangkut pautnya dengan pemberdayaan masyarakat. Intinya, agama telah kehilangan esensi dasarnya untuk menyebarkan kedamaian dan membantu tercapainya kesejahteraan manusia.
Premis-premis yang digunakan Carlos Arturo Serrano Gomes di dalam artikel tersebut tentu saja masih bisa didiskusikan; akan tetapi, sebagaian besar fakta yang ditunjukkannya memang seperti itu walaupun lagi-lagi masih bisa diterjemahkan ulang. Agama, ketika diterjemahkan ke dalam realitas sosial, berubah menjadi topeng. Sejatinya agama adalah suluh kebenaran, tetapi kenyataannya agama disulap sebagai pembenaran atas penindasan dan perampasan hak-hak orang lain.
Bulan ini, di dua minggu terakhir bulan Desember, kita dianugrahi dua hari raya besar: Idul Adha dan Natal. Seperti yang pernah disampaikan oleh seorang tokoh Lebanon, Sayyid Muhammad Husein Fadhlullah, semua hari besar agama, bahkan hari raya nasional, memberikan pesan dan makna yang sama. Hari-hari besar itu adalah sebuah momen kebangkitan dan kesadaran, bahwa kita hidup dengan segala tugas kemanusiaan untuk memberikan maslahat sebesar-besarnya, bukan hanya untuk sesama manusia, tetapi juga untuk seluruh alam. Hari-hari besar itu semestinya memantik kembali semua orang khususnya pemeluk agama di hari raya mereka, agar mereka benar-benar bisa menerjemahkan agama sebagai pembawa dan pengokoh pesan damai dan kebersamaan.
Idul Adha bagi ummat muslim adalah simbolisasi totalitas kesadaran Ibrahim untuk mengorbankan miliknya yang paling berharga demi memenuhi titah Tuhan. Kita mempercayai, toh Ibrahim tidak jadi menyembelih anaknya karena Tuhan hanya ingin melihat kesungguhan dalam ketaatannya saja. Dengan demikian, Idul Adha janganlah dimaknai hanya sebagai hari dimana ummat Islam memotong hewan kurban saja. Lebih dari itu, Idul Adha di dalam pemaknaan tertingginya membawa pesan bahwa keberIslaman sejati adalah pengorbanan tulus untuk membela orang-orang tertindas. Personifikasi dari seorang muslim sejati yang bersenyawa dengan pesan idul Adha ini adalah orang yang membaktikan dirinya untuk berbuat secara maksimal bagi kemanusiaan.
Di sisi lain, Natal adalah simbol dari kelahiran. Di dalam masyarakat manapun, kelahiran dimaknai sebagai munculnya harapan baru. Kelahiran adalah pertanda dimulainya babak baru yang lebih baik, simbol kontinuitas dan keterjagaan. Oleh karena itu, kelahiran Sang Juru Selamat yang akan menyelamatkan ummat manusia adalah momen yang paling menentukan. Isa al-Masih adalah firman yang membumi, bahwa titah langit tidak akan bermakna apa-apa jika tidak diterjemahkan di bumi. Karena itulah idealitas dan kesempurnaan ilahiyyah harus menampak, untuk itulah makanya harus ada Kelahiran.
Namun demikian, Kelahiran yang tidak mau berkurban bagi kemanusiaan tidak lebih baik dari kemandulan, itulah Natal yang kehilangan makna. Hikmah Ibrahim di hari idul Adha juga tidak akan memberi manfaat jika hedonisme menghalangi kita berbagi dengan sesama. Pemotongan hewan kurban, yang harus hewan sempurna tanpa cacat, yang kemudian dibagikan kepada sesama, adalah pesan penting dari "keharusan" untuk berbagi dengan orang lain. Hidup bersama haruslah dilakoni dengan ketulusan berbagi dan saling membantu, dan kehidupan harmoni ini akan membawa kita kepada kebersamaan yang lebih baik, sebuah kelahiran.
Maka, perayaan dua hari raya di bulan ini adalah sebuah berkah. Marilah kita memaknainya dengan kesadaran, bahwa kita adalah anak-anak Adam yang harusnya hidup damai dan saling berbagi. Tugas kemanusiaan kita banyak, dan itu tidak memandang warna dan agama. Tugas-tugas itu hanya akan bisa kita selesaikan jika kita mengerjakannya bersama-sama. Jika kita mampu memainkan peran masing-masing dengan baik di dalam komunitas bersama ini, saya yakin kekhawatiran yang dituliskan di dalam artikel yang saya sebutkan di atas akan hilang dengan sendirinya. Dan itu bisa kita mulai (lagi) pada bulan ini, ketika kita merayakan Kurban dan Kelahiran (lagi).
Salam Damai.
Mustamin al-Mandary
1 komentar:
sudah jarang saya temui orang yang bisa mempunyai pemikiran seperti bapak. salut saya ucapkan.
Posting Komentar