Dua malam lalu, 4 September 2007, saya mengunjungi seorang teman. Kerjanya adalah pemimpin sebuah perusahaan tambang. Perusahaannya mengelola tambang batubara maupun pasir besi. Kami bercerita cukup lama. Karena pernah kerja di tambang, saya tidak terlalu bertanya perihal operasinya. Teringat adik teman yang pernah cerita tentang lika-liku mendapatkan izin usaha ketika dia bekerja di usaha yang sama, saya kemudian bertanya beberapa hal mengenai "perjuangan" teman itu mendapatkan ijin usaha. Nama teman itu saya singkat saja, Pak PWS.
Pak PWS punya usaha, bekerja sama dengan dengan beberapa pemodal, ada pemodal asing dari Australia misalnya, maupun pemodal Cina Indonesia. Dia punya beberapa usaha tambang batu bara di Kalimantan dari utara sampai selatan, dan sekarang menjajaki usaha tambang biji besi di perbatasan Sulawesi Tengah dan Gorontalo (saya ingin menyembunyikan nama kabupaten disini).
Berbicara mengenai izin usaha, Pak PWS mengaku harus menyiapkan milyaran rupiah pada saat explorasi. Ketika dia memulai misi pertama eksplorasi biji besi di perbatasan Sulteng dan Gorontalo itu, dia harus membayar bupati 100juta. Ini bayaran personal, cash dan tanpa kuitansi. Ketika teamnya datang kedua kalinya, tepat saat pilkada, dia harus membayar 250jt kepada bupati yang juga menjadi calon lagi waktu itu. Sekedar informasi, tahap eksplorasi memerlukan survey sekitar 6 sampai 10 kali. Untuk kasus tambang biji besi ini, Pak PWS membayar hanya sekitar 50 juta untuk survey berikutnya. Ini belum termasuk biaya entertaiment, minimal 4 juta jika membawa muspida ke kafe untuk makan malam. Sewaktu saya tanyakan, dinas apakah yang harus disinggahi untuk mendapatkan izin? Pak PWS mengatakan bahwa dia pling banyak berurusan dengan dinas pertambangan. Biasanya, kepala dinas pertambangan akan diberi amplop dengan isi 10-50 juta. Ingat, tanpa kuitansi.
Itu kasus di Sulawesi. Bagaimana di Kalimantan? Pak PWS mengatakan, "tarif" yang paling mahal memang ada di sebuah kabupaten di Kaltim. Jika di Kalsel dia hanya membayar bupati sekitar 100-300 juta untuk tanda tangan persetujuan, maka di Kaltim dia membayar seorang bupati 500 juta sekali tanda tangan. Masalahnya, untuk memasuki tahap eksploitasi, perusahaan membutuhkan tanda tangan bupati sekitar 5x. Bayangkan, hanya bupati saja, Pak PWS bisa mengeluarkan uang 2,5 miliar rupiah. Sangat besar bukan?
Selain bupati, kepala dinas pertambangan juga relatif lebih mahal di Kaltim. Biasanya, pada saat persetujuan akhir, "tarif"nya bisa sampai 100-150 juta. Untuk urusan-urusan awal, biayanya relatif sama, hanya antara 5-10 juta. Tetapi pada saat mulai konstruksi, biaya akan bertambah lagi karena perusahaan harus mengurus IMB. Ingat, IMB untuk kantor, mesh, tempat crusher, dan lain-lain, akan beda tarifnya. Akan tetapi, setidaknya pengurusan IMB, HO, dan lain-lain itu punya kuitansi. Namun, di belakang semua itu, ada juga pelicin untuk kepala dinas perindustrian dan perdagangan, biasanya harganya juga sama dengan dinas pertambangan.
Bagaimana dengan aparat keamanan? Kata Pak PWS, biasanya aparat keamanan hanya dientertain selama eksplorasi, jarang ada amplop khusus. Tetapi jika ada rapat dan mereka diundang, adatnya mereka harus memberikan amplop dengan isi sekitar 500 ribu per orang. Namun, begitu usaha sudah berproduksi, maka biasanya aparat keamanan, dari kapolres sampai kapolsek, akan diberikan "santunan", biasanya 1-1,5 juta per bulan. Yang celaka adalah, kadang, pada saat pengurusan izin, ada pemerintah daerah yang meminta jatah, misalnya 2,5 dolar US setiap ton batu bara. "Bayangkan Pak Mus," kata Pak PWS, "jika kita produksi 100ribu ton per bulan, maka orang itu akan mendapat 250 ribu US dolar setiap bulan." Saya bertanya, "ada yang begitu Pak?". "Iya!" Pak PWS menjawab dengan cepat.
Semua bupati dan kabupaten yang kami cerita malam itu saya tahu benar. Namun, saya tidak ingin menyebutkan namanya. Dulu, ada adik teman saya yang usaha tambang batubara di Irian dan mencoba menjajaki Kaltim, cukup kaget ketika di sebuah kabupaten dia dimintai uang cash dalam jumlah yang tidak sedikit, padahal dia baru kunjungan pertama. Waw.
Itulah cerita kami sedikit. Sangat "menyentuh". Saya bayangkan, jika seandainya uang itu diberikan ke rakyat semuanya, rakyat kita akan berkehidupan cukup. Sayang, "kami tidak punya pilihan lain," kata Pak PWS. Dengan adanya uang pelicin itu, tentu harga produksi akan semakin naik pula, ujung-ujungya efeknya ke negara juga. Tapi itulah negara kita.
Mustamin al-Mandary
Pak PWS punya usaha, bekerja sama dengan dengan beberapa pemodal, ada pemodal asing dari Australia misalnya, maupun pemodal Cina Indonesia. Dia punya beberapa usaha tambang batu bara di Kalimantan dari utara sampai selatan, dan sekarang menjajaki usaha tambang biji besi di perbatasan Sulawesi Tengah dan Gorontalo (saya ingin menyembunyikan nama kabupaten disini).
Berbicara mengenai izin usaha, Pak PWS mengaku harus menyiapkan milyaran rupiah pada saat explorasi. Ketika dia memulai misi pertama eksplorasi biji besi di perbatasan Sulteng dan Gorontalo itu, dia harus membayar bupati 100juta. Ini bayaran personal, cash dan tanpa kuitansi. Ketika teamnya datang kedua kalinya, tepat saat pilkada, dia harus membayar 250jt kepada bupati yang juga menjadi calon lagi waktu itu. Sekedar informasi, tahap eksplorasi memerlukan survey sekitar 6 sampai 10 kali. Untuk kasus tambang biji besi ini, Pak PWS membayar hanya sekitar 50 juta untuk survey berikutnya. Ini belum termasuk biaya entertaiment, minimal 4 juta jika membawa muspida ke kafe untuk makan malam. Sewaktu saya tanyakan, dinas apakah yang harus disinggahi untuk mendapatkan izin? Pak PWS mengatakan bahwa dia pling banyak berurusan dengan dinas pertambangan. Biasanya, kepala dinas pertambangan akan diberi amplop dengan isi 10-50 juta. Ingat, tanpa kuitansi.
Itu kasus di Sulawesi. Bagaimana di Kalimantan? Pak PWS mengatakan, "tarif" yang paling mahal memang ada di sebuah kabupaten di Kaltim. Jika di Kalsel dia hanya membayar bupati sekitar 100-300 juta untuk tanda tangan persetujuan, maka di Kaltim dia membayar seorang bupati 500 juta sekali tanda tangan. Masalahnya, untuk memasuki tahap eksploitasi, perusahaan membutuhkan tanda tangan bupati sekitar 5x. Bayangkan, hanya bupati saja, Pak PWS bisa mengeluarkan uang 2,5 miliar rupiah. Sangat besar bukan?
Selain bupati, kepala dinas pertambangan juga relatif lebih mahal di Kaltim. Biasanya, pada saat persetujuan akhir, "tarif"nya bisa sampai 100-150 juta. Untuk urusan-urusan awal, biayanya relatif sama, hanya antara 5-10 juta. Tetapi pada saat mulai konstruksi, biaya akan bertambah lagi karena perusahaan harus mengurus IMB. Ingat, IMB untuk kantor, mesh, tempat crusher, dan lain-lain, akan beda tarifnya. Akan tetapi, setidaknya pengurusan IMB, HO, dan lain-lain itu punya kuitansi. Namun, di belakang semua itu, ada juga pelicin untuk kepala dinas perindustrian dan perdagangan, biasanya harganya juga sama dengan dinas pertambangan.
Bagaimana dengan aparat keamanan? Kata Pak PWS, biasanya aparat keamanan hanya dientertain selama eksplorasi, jarang ada amplop khusus. Tetapi jika ada rapat dan mereka diundang, adatnya mereka harus memberikan amplop dengan isi sekitar 500 ribu per orang. Namun, begitu usaha sudah berproduksi, maka biasanya aparat keamanan, dari kapolres sampai kapolsek, akan diberikan "santunan", biasanya 1-1,5 juta per bulan. Yang celaka adalah, kadang, pada saat pengurusan izin, ada pemerintah daerah yang meminta jatah, misalnya 2,5 dolar US setiap ton batu bara. "Bayangkan Pak Mus," kata Pak PWS, "jika kita produksi 100ribu ton per bulan, maka orang itu akan mendapat 250 ribu US dolar setiap bulan." Saya bertanya, "ada yang begitu Pak?". "Iya!" Pak PWS menjawab dengan cepat.
Semua bupati dan kabupaten yang kami cerita malam itu saya tahu benar. Namun, saya tidak ingin menyebutkan namanya. Dulu, ada adik teman saya yang usaha tambang batubara di Irian dan mencoba menjajaki Kaltim, cukup kaget ketika di sebuah kabupaten dia dimintai uang cash dalam jumlah yang tidak sedikit, padahal dia baru kunjungan pertama. Waw.
Itulah cerita kami sedikit. Sangat "menyentuh". Saya bayangkan, jika seandainya uang itu diberikan ke rakyat semuanya, rakyat kita akan berkehidupan cukup. Sayang, "kami tidak punya pilihan lain," kata Pak PWS. Dengan adanya uang pelicin itu, tentu harga produksi akan semakin naik pula, ujung-ujungya efeknya ke negara juga. Tapi itulah negara kita.
Mustamin al-Mandary
3 komentar:
Itulah pak wajah muram birokrasi kita. Kita merindukan sebuah gerakan massa yang revolusioner untuk merubah tatanan negara ini. Atau ... ...
Ya begitulah Pak. Saya juga cukup kaget dengan angka-angka itu. Sewaktu saya membaca jumlah korupsi Nurdin Halid sehingga dia ditangkap lagi 18 September 2007 kemarin, saya hanya bisa terperangah. Inilah wajah bangsa kita. Tapi kapan bisa selesai ya?
pak mustamin, bisakah saya minta nomor teleponnya pak?
Posting Komentar