Alam adalah tempat disebarkannya hikmah, seperti persemaian benih. Hikmah mengucur dari langit laiknya air hujan, karena itulah ia terserak di segala penjuru alam. Kami ingin mencari hikmah di serakan-serakan itu dan menanamnya kembali semampu kami disini, di Taman Hikmah ini.

**************

Dan, terima kasih sudah datang disini. Salama' apoleangatta...... Welcome...... Ahlan wa sahlan......




Sabtu, Januari 12, 2008

Kebijakan Energi Regional

Pendapatan dan belanja negara merujuk ke harga minyak. Tidak mengherankan, pemerintah selalu bermasalah ketika terjadi perubahan harga minyak. Akhir tahun lalu pemerintah memutuskan bahwa penanganan produksi minyak negara berada di bawah kendali langsung Wakil Presiden. Wajar saja jika minyak menjadi perhatian penting di Indonesia, karena sumbangan minyak ke kas negara berkisar 40% dari total pendapatan negara.

Produksi minyak dan gas adalah faktor yang sangat penting di dalam kebijakan energi nasional. Ketika pemerintah tidak mengelola migas untuk sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat, itu berarti pemerintah telah mengkhianati tujuan negara ini. Dengan kondisi menurunnya produksi migas negara seiring berjalannya waktu, ditambah kenaikan harga minyak yang sudah pernah menembus angka seratus dolar per barel, pemerintah memerlukan kebijakan yang lebih sistematis di bidang migas untuk merespon kondisi ini.

Kemarin, salah seorang warga Balikpapan yang juga praktisi di dunia perminyakan, Suta Wijaya, memberikan saran kepada pemerintah provinsi Kaltim agar membuat kebijakan energi regional. Tentu saja kebijakan ini bukan untuk menafikan kebijakan energi nasional, tetapi untuk memberikan jaminan kepada warga untuk mendapatkan hak-haknya, khususnya hak di bidang energi.

Penulis berpendapat bahwa, walaupun semua warga negara di seluruh wilayah Indonesia mempunyai hak yang sama di dalam keterpenuhan hak-hak di bidang energi, namun harus digarisbawahi bahwa Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi yang masuk dalam jajaran penyumbang migas terbesar di Indonesia. Sayangnya, masyarakat di wilayah ini tidak ubahnya dengan masyarakat daerah lain di Indonesia. Mungkin masih bisa “dimaafkan” jika terjadi kelangkaan minyak tanah dan bensin di ujung timur Nusa Tenggara Timur yang nota bene sangat jauh dari tempat penyulingan minyak. Kita bisa mengatakan bahwa ada masalah teknis di jalur distribusi karena jarak, atau bisa dikatakan bahwa kondisi cuaca saat ini menyebabkan terlambatnya pasokan BBM yang didistribusi lewat laut. Tetapi jika terjadi kelangkaan minyak tanah di Balikpapan, alasan apa yang bisa kita sampaikan sementara kilang minyak berada di tengah kota? Apa yang bisa kita dijadikan alasan kelangkaan BBM itu sementara kilang minyak tetap beroperasi normal?

Kondisi inilah yang memerlukan kebijakan regional. Ironis jika warga Balikpapan yang berada di samping kilang minyak akan menjadi itik yang berenang di air tetapi mati kehausan. Yang lebih penting lagi, sudah tiga tahun warga Kaltim mengalami krisis listrik, listrik harus dipadamkan secara bergilir tiga kali seminggu selama delapan jam. Kita bisa memahami bahwa suplai migas sebagai bahan bakar pembangkit listrik yang bisa diperoleh dari kontraktor Migas di Kalimantan tidak bisa didapatkan dengan segera karena kontrak penjualan antara kontraktor Migas dengan kliennya sudah dibakukan dari awal dan susah dirubah dalam sekejap. Akan tetapi, jika kesemrawutan ini berlangsung selama tiga tahun lebih tanpa ada kejelasan action plan, kita bisa membuat kesimpulan sederhana bahwa pemerintah daerah tidak serius menangani masalah ini. Atau setidaknya, mungkin ada permasalahan lain dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional.

Lalu menarik komentar sekretaris provinsi Kaltim, Syaiful Teteng, seperti yang disiarkan Smart FM pagi 12 Januari ini menanggapi ide Pak Suta Wijaya itu. Katanya, “ide itu bukan hal baru, itu sudah dipikirkan oleh pemerintah dari awal dan kita sudah menuju kesana.” Yang lebih aneh lagi ketika Teteng mengatakan, “Pemerintah sudah tahu berapa kebutuhan listrik di Kaltim tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang dan kita sudah antisipasi itu.” Aneh! Jika Pak Teteng benar, mengapa daerah ini mengalami krisis listrik sampai tiga tahun? Setahu saya, Pak Teteng dan timnya sudah menjadi pemerintah di daerah ini lebih dari tiga tahun lalu. Apakah mereka baru menginventarisir kebutuhan listrik daerah Kaltim tahun ini saja? Lucu!

Ada beberapa jenis respon pemerintah ketika menerima saran atau kritikan dari masyarakat. Pemerintah yang sedikit sombong, jika diberi ide, mereka akan menjawab bahwa ide itu sudah mereka pikirkan jauh hari sebelumnya; contohnya ungkapan Pak Teteng itu. Ada lagi pemerintah yang sok tawadhu’, seolah-olah mau menerima saran masyarakat dan melanjutkannya dengan tindakan pada saat itu juga. Bagaimana responnya jika diberi saran? mereka akan mengatakan, “terima kasih atas sarannya, kita akan bekerja bersama untuk mewujudkan saran itu.” Akan tetapi, beberapa waktu berlalu, masyarakat terpaksa memberikan saran yang sama.

Yang lain, ada pemerintah yang langsung mengaku bersalah dan bawaannya adalah meminta maaf dimana saja. Sayangnya, mereka tidak punya rencana tindakan yang jelas. Penulis terus terang kecewa dengan pemerintah Balikpapan. Pernah sudah menghadiri banyak acara, dari seminar, perayaan hari-hari keagamaan, sampai acara halal bi halal yang dihadiri walikota, di setiap ujung pidatonya, Pak Walikota akan selalu mengakhirinya dengan permintaan maaf, “kepada seluruh warga, kami sebagai pemerintah meminta maaf atas krisis listrik yang terjadi di daerah ini. Tetapi perlu kami sampaikan, mudah-mudahan masalah ini secepatnya bisa kita selesaikan.” Mau tahu sudah berapa lama Pak Walikota Balikpapan menutup pidatonya dengan kalimat penutup seperti itu? Sudah tiga tahun!

Dengan demikian, usulan Pak Suta Wijaya itu menjadi penting, belum lagi jika harga minyak dunia yang diprediksi akan menembus 200 dolar per barel benar-benar terjadi. Investasi migas di daerah ini juga masih prospektif, itu bisa dilihat dari kesepakatan yang muncul dalam pertemuan Presiden SBY dengan pembesar Total Indonesie, salah satu kontraktor migas besar di Kaltim, pertengahan tahun lalu. Total Indonesie mengatakan bahwa mereka akan melakukan ekspansi bernilai milyaran dolar sampai tahun 2009 di daerah ini. Bisakah pemerintah Kaltim menjemput kesempatan itu demi kepentingan rakyat?

Mungkin, bisa jadi memang pemerintah Kaltim sudah memiliki rencana-rencana matang untuk menyelesaikan beberapa masalah yang masih jadi kendala di daerah ini. Tetapi tentu saja kita tidak ingin rencana itu hanya muncul di kertas, apalagi hanya di kepala saja. Saat ini, yang paling dibutuhkan oleh rakyat adalah masalah-masalah tersebut bisa diselesaikan secepatnya, bukan retorika dan permintaan maaf. Untuk itu, perlu keseriusan pemerintah dalam menangani isu-isu yang berhubungan dengan masyarakat, khususnya kebijakan untuk memanfaatkan energi dari sumber daya alam untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Mudah-mudahan saja, pemerintah bisa mengambil tindakan yang ril, setidaknya mulai hari ini.

Tidak ada komentar: